
Selasa, 13 Mei 2025

Senin, 12 Mei 2025

Ajaran Islam yang Sebenarnya
Ketika dahulu kita ingin mengetahui Islam dan praktek ajaran al Qur'an, cukuplah dengan melihat sosok Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam.
Setelah beliau wafat, Islam tidak bisa lagi diwakili oleh satu dua orang. Namun, jika ingin melihat bagaimana praktek ajaran Islam, lihatlah satu persatu sahabat Nabi. Terkhusus 10 dari mereka yang di jamin masuk syurga, atau yang lebih spesifik lagi : Khalaufur Rasyidin.
Abu Bakar yang ketegasannya dibalut kelembutan. Atau Umar yang keras tapi sebenarnya sangat penyayang. Ustman yang menjadi simbol maksimalnya amal harta. Ali yang menjadi puncak teladan dalam ibadah fisik.
Lalu sepeninggal generasi terbaik itu, Islam tidak lagi terwakili oleh orang perorang. Namun oleh madzab atau kelompok pendapat para ulama. Maka jika ingin melihat Islam, lihatlah Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah dan semua madzab ahlusunnah.
Lalu di zaman kita ini, wujud Islam bahkan tidak lagi cukup tertampung dalam madzab, namun pada gerakan-gerakan besar umat. Hampir mustahil mengatakan bahwa gerakan ini atau organisasi itu yang paling layak dan pas mewakili Islam, namun kebaikan Islam tersebar dalam setiap organisasi umat.
Semuanya mewakili ajaran Islam dengan titik tekan yang berbeda-beda. Ada yang dominan di dakwah, ada yang doniman di amal maliyah. Ada yang strong dalam penegakan syariah ada yang lebih focus tarbiyah.
Ada yang melakukan pendekatan kultural, sebagian yang dengan semangat memurnikan. Sebagian memulai perbaikan dengan menanam bibit, sedangkan yang lain menangkal gulma penyakit. Begitulah memang seharusnya.
Maka kelompok manapun hari ini yang mengaku paling pantas dan pas memakai baju Islam, maka pasti akan kedodoran, norak dan menjadi bahan cemohan orang banyak.
Maka sudah saatnya untuk mempersatukan puzzle kebaikan untuk menghadirkan Islam yang utuh. Hadirnya rahmatan lil alamin. Bukannya malah kian memperbesar jurang perbedaan yang justru akan kian mengaburkan gambaran tentang Islam.
Umat hari ini lebih butuh para pemersatu daripada muncuknya mujadid gerakan baru. Gerakan umat sudah banyak, namun tidak banyak yang mau bergerak dalam langkah yang padu.
Kiranya sudah tiba, ini zaman untuk lebih berkasih sayang, berlapang dada dan menerima kekurangan antar semua komponen umat Muhammad shalallahu'alaihi wassalam.
Ingat fajar kemenangan, hanya mungkin terbit di ufuk persatuan.

Adab Perbedaan Pendapat dalam Islam
Dahulu para sahabat nabi pun berbeda pendapat satu sama lain dengan sangat hangat.
Ibnu Abbas berselisih dengan Zaid dalam masalah Faraidh. Ibnu Umar berbeda bendapat dengan Ibnu Mas'ud diperkara makna Quru'. Aisyah menyelisihi jumhur sahabat dalam beberapa masalah cabang aqidah.
Namun segala perbedaan itu tidak membuat mereka saling mencela, justru kian menjadikan orang-orang mulia itu saling mencintai dan menghormati.
Ibnu Abbas ketika bertemu dengan Zaid memegang tali kekang kendaraannya, menuntun hingga memarkirkannya.
Sampai Zaid mengatakan : "Sudahlah sepupu nabi, tinggalkan saya dengan kendaraan saya."
Ibnu Abbas menukas : "Beginilah kami diperintahkan untuk memuliakan ulama-ulama kami."
Lalu Zaid mencium tangan Ibnu Abbas, dan ketika Ia bertanya kepada Zaid mengapa ia melakukan itu, Zaid menjawab : "Begini pula kami diperintahkan untuk memuliakan keluarga Nabi shalallahu'alaihi wassalam."
Maka kini diantara kiat melihat apakah seseorang itu benar dalam menyikapi khilafiah sehingga bisa diambil ilmunya adalah dengan melihat adabnya.
Jika ada yang gemar mencaci maki atau hobi menjuluki orang lain seperti kalimat yang jamak hari ini : "Sesat, ahli bid'ah, murtaddin, Wahabi." Berhati-hatilah dari model orang seperti ini ...
Persaudaraan dan persatuan adalah asas agama ini. Perbedaan adalah fitrah, sedangkan menjaga ukhwah itu perintah. Adanya khilafiyah itu tabiat dan bersatu itu syariat.
Maka setiap yang berusaha memecah belah umat, siapapun dan dari manapun selayaknya diposisikan sebagai musuh bersama umat Islam.

Hak Orang Tua terhadap Anak dalam Islam
Dalam ajaran Islam, hubungan antara orang tua dan anak tidak hanya bersifat biologis, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan moral yang mendalam. Orang tua memiliki hak-hak yang harus dihormati dan dipenuhi oleh anak-anaknya. Sebaliknya, anak juga memiliki kewajiban untuk berbakti dan menghormati orang tua. Konsep ini dikenal dengan istilah birrul walidain (berbakti kepada orang tua).
1. Berbakti kepada Orang Tua adalah Ibadah yang Paling Dicintai Allah
Salah satu amalan yang paling dicintai oleh Allah setelah shalat tepat waktu adalah berbakti kepada orang tua. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, di mana beliau bertanya kepada Rasulullah SAW tentang amalan yang paling dicintai oleh Allah. Rasulullah menjawab, “Shalat pada waktunya.” Ibnu Mas’ud kemudian bertanya lagi, “Apa lagi?” Rasulullah menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya berbakti kepada orang tua dalam Islam.
2. Orang Tua Berhak Menggunakan Harta Anak
Dalam Islam, orang tua memiliki hak untuk menggunakan sebagian harta anak-anaknya, terutama jika anak tersebut belum baligh atau belum mampu mengelola hartanya sendiri. Hal ini berdasarkan pada prinsip bahwa orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan anak. Namun, hak ini harus digunakan dengan penuh tanggung jawab dan tidak boleh disalahgunakan.
3. Orang Tua Berhak atas Nafkah dari Anak
Sebagaimana anak berkewajiban untuk memenuhi nafkah orang tuanya, orang tua juga berhak mendapatkan nafkah dari anak-anaknya, terutama jika mereka dalam keadaan membutuhkan. Hal ini mencerminkan prinsip saling membantu dan mendukung dalam keluarga. Namun, kewajiban ini tidak bersifat mutlak dan harus disesuaikan dengan kemampuan anak.
4. Keletihan dan Pengorbanan Anak Masih Jauh Dibawah Hak Orang Tua
Segala bentuk keletihan dan pengorbanan yang dilakukan oleh anak untuk orang tuanya, seperti merawat mereka saat sakit atau membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari, masih jauh berada di bawah hak yang sebenarnya orang tua atas anaknya. Hal ini menunjukkan betapa besar pengorbanan yang telah diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sejak lahir hingga dewasa.
5. Durhaka kepada Orang Tua adalah Dosa Terbesar Kedua Setelah Syirik
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah, Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian mau kuberitahu mengenai dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “(Dosa terbesar adalah) mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Hadis ini menunjukkan betapa besar dosa durhaka kepada orang tua dalam Islam.
6. Kewajiban Berbakti kepada Orang Tua Tidak Memiliki Batas
Kewajiban berbakti kepada orang tua tidak memiliki batas, bahkan seandainya kedua orang tua tersebut musyrik atau kafir. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 15, yang menyatakan bahwa meskipun orang tua tidak beriman, anak tetap diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka. Namun, kewajiban untuk berbakti ini tidak berarti anak harus mengikuti ajaran orang tua yang bertentangan dengan ajaran Islam.
7. Ridha Orang Tua Sama dengan Ridha Allah
Dalam ajaran Islam, ridha orang tua disamakan dengan ridha Allah. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, di mana Rasulullah SAW bersabda, “Ridho Allah ada pada ridho orang tua, dan murka Allah ada pada murka orang tua.” Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya mendapatkan ridha orang tua dalam kehidupan seorang Muslim.
8. Pemberian Orang Tua kepada Anak Tidak Boleh Diambil Kembali
Semua bentuk pemberian tidak boleh diambil kembali, kecuali pemberian orang tua kepada anak-anaknya. Hal ini menunjukkan betapa besar hak dan kuasa orang tua atas anaknya. Namun, pemberian ini harus dilakukan dengan niat yang tulus dan tidak mengharapkan balasan dari anak.
9. Durhaka kepada Orang Tua Termasuk Dosa yang Segera Dibalas di Dunia
Durhaka kepada orang tua termasuk jenis dosa yang adzabnya sebagian disegerakan di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa balasan dari Allah atas perbuatan durhaka kepada orang tua tidak hanya akan diterima di akhirat, tetapi juga dapat dirasakan di dunia.
Doa untuk Orang Tua
Sebagai anak, kita dianjurkan untuk selalu mendoakan orang tua kita, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Doa anak yang shaleh untuk orang tuanya merupakan salah satu amal yang pahalanya terus mengalir meskipun orang tua telah meninggal dunia. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, di mana Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang anak meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh untuknya.”
Kesimpulan
Hak orang tua terhadap anak dalam Islam sangat besar dan mulia. Sebagai anak, kita memiliki kewajiban untuk berbakti, menghormati, dan memenuhi hak-hak orang tua kita. Dengan berbakti kepada orang tua, kita tidak hanya mendapatkan ridha Allah, tetapi juga membuka pintu surga dan mendapatkan keberkahan dalam hidup. Semoga kita semua dapat menjalankan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya.